Console Review: NEO GEO CDZ
Sejak dulu Neo Geo dikenal sebagai developer game untuk arcade, hingga mereka memasuki bisnis console dengan mengeluarkan Neo Geo AES [Advanced Entertaiment System]. Neo Geo AES menterjemahkan 100% system arcade menjadi home entertainment tanpa adanya sedikitpun pengurangan spread animation maupun efek, berbeda dengan game-game arcade yang diport ke Super Famicom atau Sega Genesis yang biasanya merupakan versi downgrade. Permasalahan utama Neo Geo AES adalah console yang hanya dibeli oleh fans hardcore karena harga gamenya yang luar biasa mahal [harga cartridge-nya bisa 4 sampai 6 kali harga consolenya sendiri].
Untuk meminimalisasi biaya, Neo Geo mengeluarkan Neo Geo CD, console berbasis CD yang dibuat untuk menyaingi Sega CD dan PC Engine CD. Tentu saja harga game yang kini berbentuk CD jauh lebih murah daripada harga cartridge AES [harga cartridge AES berkisar 40.000 ~ 60.000 yen, sedangkan CD berkisar 5.000 ~ 8.000 yen]. Walau harga game yang menjadi terjangkau berbagai kalangan mendapatkan sambutan yang hangat para fans Neo Geo, Neo Geo CD memiliki permasalahan baru, loading time. Berbeda dengan cartridge yang tidak memiliki loading time, format CD memaksa pengguna untuk menghadapi loading time yang menjadi mimpi buruk. Bagaimana tidak, setiap kali mau bermain, pengguna harus menunggu 1 hingga 2 menit untuk 1 stage, atau 1 pertempuran dalam fighting game. Hal ini membuat Neo Geo CD mulai ditinggalkan, ditambah dengan munculnya Sony Playstation dan Sega Saturn dengan kecepatan membaca CD yang lebih cepat. Untuk mengantisipasi kekurangan yang dimiliki, Neo Geo mengeluarkan Neo Geo CDZ dengan cache memory yang lebih besar sehingga loading time menjadi lebih cepat.
Neo Geo CDZ adalah mesin generasi ketiga dari Neo Geo CD setelah Neo Geo CD Front Loader dan Neo Geo CD Top Loader. CDZ hanya dijual di Jepang dengan jumlah yang tidak banyak sehingga menjadi barang collector’s item. Neo Geo CDZ bisa didapat dengan harga yang tidak murah, apalagi jika masih lengkap dengan dus dan manual book nya. Tidak aneh jika console ini dalam kondisi lengkap dijual dengan harga yang sama dengan XBOX360 Arcade baru.
Bentuk Neo Geo CDZ menjadi lebih slimmy dan kecil daripada pendahulunya yang bulky sebesar XBOX [dulu sempat punya tapi sudah dijual jadi saat ini tidak ada pembandingnya]. Controller yang digunakan tidak ada bedanya dengan controller Neo Geo CD. Kalau Neo Geo CD menyertakan 2 controller, Neo Geo CDZ adalah versi pelit karena hanya menyertakan 1 controller saja. Walaupun Neo Geo CD mengalami masa sulit karena munculnya Sony Playstation dan Sega Saturn sebagai competitor, Neo Geo CD masih sebagai console pemilik VRAM tertinggi di antara competitornya. [VRAM yang dimiliki Sega Saturn, Playstation, dan Nintendo 64 adalah 4,5MB (36Mbit), sedangkan Neo Geo CD 7MB (56Mbit)]. Karenanya saat itu console berbasis CD yang dapat mentraslate game arcade 100% perfect saat itu hanya Neo Geo CD.
Permasalahan lain dari Neo Geo CD adalah controller-nya. Sebenarnya controller-nya tidaklah buruk, dan sangat enak digunakan jika sudah terbiasa. Tetapi bagi mereka yang sudah terbiasa dengan controller arcade atau Neo Geo AES, controller ini lumayan menjadi masalah. Selain harus membiasakan diri dengan D-pad yang berbentuk analog [bisa dikatakan ini controller pertama yang menggunakan system analog], letak tombol A B dan C D yang tidak sejajar menjadi masalah untuk game2 yang mengharuskan menekan 2 tombol sekaligus, contoh tombol A dan D yang harus ditekan bersamaan.
Untungnya, controller Neo Geo AES ternyata compatible dengan Neo Geo CD maupun CDZ. Jadi bagi mereka yang merasa kurang puas dengan controller Neo Geo CD, tinggal beli saja controller Neo Geo AES seperti penulis.
Bentuk game tidaklah berbeda dengan game2 console berbasis CD lainnya. Ciri khas utama game Neo Geo CD adalah adanya logo Neo Geo di bagian kanan atas chasingnya. Neo Geo CD memiliki beberapa judul exclusive yang tidak ditemukan dalam Neo Geo AES, seperti Neo Geo CD Special, ADK World, Samurai Spirits RPG [ya gua tau ini diport ke Sony Playstation dan Sega Saturn], dan Brikinger. Brikinger menjadi game exclusive yang sangat rare dan memiliki harga 20.000 ~ 40.000 yen untuk kondisi second hand. Game2 lain yang masih memiliki harga tinggi di antaranya Metal Slug 1, Metal Slug 2 dan Pulstar. Penggemar KoF series juga biasanya mengejar KoF’96 Special yang hanya dikeluarkan di Neo Geo CD dengan penambahan berbagai extra dan fitur baru.
Ok setelah penjelasan panjang lebar di atas, berikut pro dan kontra dari console ini menurut penulis:
Pros:
– Memiliki spread animation yang sama dengan arcade, bahkan penulis tetap lebih suka versi Neo Geo CD daripada game2 yang sudah diport ke Playstation 2. Ada yang bilang versi PS2 spread animation diperbaharui untuk menyesuaikan TV HD. Entah apakah benar itu yang membedakannya, yang pasti mata penulis lebih enak melihat yang versi Neo Geo CD.
– Bentuk console kecil, enak dilihat. Jauh berbeda dengan Neo Geo CD yang sangat bulky.
– Compatible dengan semua jenis controller Neo Geo yang ada, jadi bisa pilih controller mana yang paling sesuai selera.
Cons:
– Loading time. Yes! Masalah ini tetap tidak bisa dipungkiri menjadi hal yang menyebalkan, apalagi buat mereka yang sudah terbiasa memainkan versi port PS2 yang nggak ada loading time-nya. Tapi penulis akui loading time CDZ lebih cepat daripada pendahulunya. Bahkan bisa dikatakan loading time-nya jauh lebih cepat daripada versi port Sega Saturn, tentu saja JAUH LEBIH CEPAT daripada versi port Playstation yang paling lambat.
– Library game yang sedikit. Sangat disayangkan setelah Neo Geo diambil alih Playmore, dukungan mereka untuk Neo Geo CD dicabut. Sehingga game setelah KoF’99 tidak dapat ditemukan dalam versi Neo Geo CD. Tetapi judul2 exclusive untuk console ini bisa menghibur.
– Neo Geo CDZ seringkali dikatakan memiliki flaw mudah overheat karena kurangnya lubang ventilasi. Tetapi setelah penulis coba main berjam2 tidak pernah ada masalah. Kesimpulan penulis, console ini memang harus diletakkan di tempat yang luas, jangan di dalam rak atau lemari yang akan mengganggu sirkulasi udaranya.
Text by Aditya Rai / Photos by Aditya Rai