Doki Doki Gamer’s Diary: Super Famicom dan Satellaview
Masih kuat di ingatan, saat itu game Final Fight dijual dengan harga Rp.110.000 dan mesin SuFami dengan harga Rp.250.000. Harga yang sangat tinggi dimana uang jajan sehari-sehari berkisar Rp.2.000 an. Perasaan ingin beli SuFami buat bisa main Final Fight sepuasnya sudah mulai merasuki. Beruntung waktu tanya apakah saya boleh coba, si mba sambil tersenyum memperbolehkan saya mencoba SuFami dan mencoba Final Fight. Betapa kagumnya saat melihat gambarnya mirip dengan arcade meskipun Guy dihilangkan dari karakter yang bisa dipilih, membuat perasaan ingin memiliki semakin tidak terbendung. Tetapi sebagai anak SMP dengan uang jajan terbatas, memiliki SuFami dengan uang sendiri menjadi impian yang cukup sulit diraih. Saya pun berpikir setidaknya saya beli Final Fight-nya dulu saja, lalu nabung lagi buat beli konsol SuFami-nya. Waktu itu memang suka menabung karena hobi beli mainan, dan punya sekitar Rp.100.000. Dengan berat hati saya pulang, dan berharap Final Fight masih ada di sana saat uangnya sudah terkumpul. Satu minggu kemudian akhirnya terkumpul uangnya untuk beli Final Fight. Dengan hati berdebar-debar kembali datang ke Gunung Agung dan luar biasa senang saat melihat dus Final Fight ada di etalase, siap untuk diangkut. Walaupun tidak punya konsolnya, punya dulu gamenya menjadi penyemangat untuk menabung demi bisa membeli konsolnya sambil tiap hari cukup puas dengan memegang dan memandangi kotak Final Fight saja. Singkat cerita, setelah menabung selama 6 bulan ditambah kado ulang tahun, akhirnya Super Famicom terbeli pada bulan Agustus 1991. Tidak lama setelah itu, Super Nintendo (SNES) mulai banyak dijual di toko-toko game lokal. Mungkin kebanyakan anak saat itu lebih mengenal SNES daipada SuFami.
Satellaview menjadi add-on yang sangat tidak dikenal di Indonesia. Pertama, karena hanya dijual di Jepang. Kedua, karena tidak bisa digunakan di luar Jepang. Saya sendiri baru tahu mengenai Satellaview ini saat berkesempatan untuk datang ke Jepang pertama kali pada tahun 1999, padahal alat ini dirilis di Jepang pada tahun 1995, Saat itu, layanan Satellaview sudah mau berakhir sehingga banyak yang menjualnya dengan harga yang cukup mirip. Karena tertarik dengan bentuknya, saya pun membelinya untuk koleksi dan sempat merasakan layanan Satellaview saat di Jepang. Secara ringkas, Satellaview adalah add-on atau peripheral tambahan berupa modem yang memungkinkan SuFami terhubung ke internet. Ada beberapa fitur yang bisa dinikmati seperti siaran TV satelit yang berhubungan dengan SuFami dan game serta add-on untuk game SuFami yang bisa didownload dan bisa dimainkan. Tampilan lobby nya juga menarik, dimana pemain akan menggerakkan karakter dengan gambar dan nuansa yang mirip sekali dengan game Mother atau yang dikenal dengan judul “Eathbound” di luar Jepang. Di sini ada berbagai interface yang ditawarkan dalam bentuk gedung dan rumah yang bisa dimasuki. Berbagai developer third-party termasuk Capcom, Taito, Konami, Seta, dan Squaresoft, sudah sempat mengumumkan akan mengembangkan game untuk Satellaview. Sayangnya, St.GIGA selaku perusahaan pembuat Satellaview dirudung masalah dan tidak bisa memenuhi pembuatan lisensi yang berhubungan dengan berbagai fitur Satellaview, membuat semua layanan Satellaview ditutup pada tahun 2000 dan perusahaan ini harus gulung tikar.
Mungkin saat ini Satellaview hanya berguna sebatas untuk koleksi, karena memang bentuknya unik dan enak diliat jika dipasang di SuFami. Tetapi bagi yang sudah pernah men-download fitur dan game yang tersimpan di memory pack di kaset yang disertakan dengan peripheral ini, ada beberapa fitur yang masih bisa dimainkan saat ini. Jika dilihat dari segi koleksi, harga Satellaview menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun karena banyaknya gamer dan kolektor yang memburu alat ini. Bagi yang tidak mementingkan fungsi, Satellaview bisa menjadi salah satu koleksi sekaligus saksi bisu bagaimana teknologi SuFami seharusnya bisa lebih hebat lagi jika proyek Satellaview berjalan lancar.
PROFIL PENULIS
ADITYA RAI
Sejak kecil, komik dan anime menjadi hiburan yang dinikmati sehari-hari. Mulai menyukai game sejak SD dan menjadi pemain game casual. Saat SMA, bekerja sambilan di salah satu toko game di Bandung yang membuat semakin mendalami dunia game dan minat terhadap game semakin kuat yang menjadikan dasar mulai serius memainkan dan mengumpulkan game. Pernah bergabung di majalah Animonster dan GameStation. Dengan pengalaman yang didapat selama menjadi jurnalis, mulai memfokuskan diri pada game retro karena prinsip “game tidak akan mengalami perkembangan tanpa adanya game retro sebagai sejarah game yang tidak boleh dilupakan”. Banyak hal dan fakta menarik dari game retro yang tidak diketahui banyak orang, menjadi pemerhati game retro sebagai hobi yang paling ditekuni.