PAJAK DI JEPANG NAIK, PENYEBAB DAN ANTISIPASI
Sejak tahun 2013, pemerintahan perdana menteri Jepang Shinzo Abe sudah mencanangkan rencana kenaikan pajak pembelian dari 5% menjadi 8% poada bulan April 2014. Hal ini tidak hanya menjadi pembicaraan hangat orang-orang dewasa di Jepang tetapi juga terbukti menjadi topik yang paling banyak dibicarakan oleh kalangan remaja di Jepang.
Kenaikan pajak ini tidak hanya menaikkan harga bahan pokok makanan tetapi juga berimbas ke semua jenis barang termasuk barang-barang kolektor. Seberapa besar pengaruh kenaikan 3% ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang? Sebagai contoh mudah kita ambil harga minuman ringan di mesin penjual otomatis yang sebelumnya 105 yen akan menjadi 108 yen, yang berarti mengalami kenaikan sekisar Rp.350. Dalam skala kecil tentunya tidak akan terlalu terasa, tetapi jika dalam skala besar akan cukup terasa. Anggap saja orang di Jepang yang rata-rata menghabiskan 150.000 yen (kurang lebih Rp.18.000.000) untuk biaya bulanan, kini harus menyiapkan sekitar dana ekstra 4.500 yen (kurang lebih Rp.540.000), tentunya bukan juimlah yang sedikit.
Kekhawatiran masyarakat Jepang tidak cukup sampai di sini, karena ada kemungkinan pajak akan dinaikkan lagi menjadi 10% di masa depan. Hal ini mendorong setiap individu untuk mulai memikirkan pola hidup hemat dengan memanfaatkan berbagai benefit dari point card atau bonus-bonus lain yang sebelumnya tidak terlalu dilirik oleh masyarakat Jepang. Acara-acara variety yang menghadirkan ahli keuangan yang memberikan langkah-langkah untuk menghadapi kenaikan pajak ini bermunculan, menandakan hal ini menjadi perhatian yang cukup serius. Bagaimana dengan para otaku? Dari berbagai wawancara yang sudah dilakukan, imbas dari kenaikan pajak ini membuat para otaku akan lebih selektif dalam membeli barang dan akan lebih menghargai apa yang sudah dimiliki, dimana akan semakin sedikit orang yang akan menjual barang bekasnya di pasaran. Kondisi ini tidak hanya dikhawatirkan konsumen akan sulit mencari barang-barang second hand kelak, tetapi juga oleh para produsen mainan dan goods yang mengkhawatirkan angka penjualan mereka akan menurun sejalan dengan menurunnya minat beli konsumen. Sudah ada beberapa situs online shop yang menerapkan sistem baru yang tidak mencantumkan harga dengan keterangan (+税) yang artinya belum termasuk pajak yang tidak ditulis secara jelas berapa besarannya dan baru bisa diketahui setelah barang tersebut masuk ke shopping chart.
Sebenarnya apa penyebab kenakan pajak bisa terjadi di Jepang yang dikenal sebagai sebagai negara maju yang menjamin kesejahteraan penduduknya? Penyebab utama adalah hutang Jepang kepada Bank of Japan yang sangat tinggi, dimana hutang itu adalah hasil dari penghamburan dana yang berlebihan oleh politikus-politikus Jepang di masa lalu untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan partainya. Jadi poritikus nakal dan korup pun ada di negara maju seperti Jepang. Untuk menutupi hutang itulah perdana menteri Shinzo Abe terpaksa menaikkan pajak. Sudah separah itukah hutang Jepang sampai harus melakukan manuver yang sangat menghebohkan ini? Secara data, Jepang adalah negara pemilik hutang terbesar kedua di dunia setelah Amerika. Tetapi posisi itu bukanlah posisi yang bisa dibilang masih lebih baik dari Amerika, karena jika dibandingkan dengan luas wilayah Jepang yang lebih kecil dan jumlah penduduk yang lebih sedikit dari Amerika, maka Jepang bisa dikatakan sebagai negara penghutang nomor 1 di dunia.
Text by: Aditya Rai